Jumat, 28 November 2014

PAPER PENGARUH INDEPENDENSI DAN EFEKTIFITAS KOMITE AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)





A.      Latar Belakang Masalah
 Konsep Good Corporate Governance (GCG) semakin banyak dikemukakan oleh para praktisi bisnis sebagai salah satu alat untuk mencegah terjadinya kasus keuangan. Salah satu komponen yang berperan penting dalam proses penerapan tata kelola perusahaan yang baik adalah komite audit. Peranan komite audit dalam menjamin kualitas pelaporan keuangan perusahaan telah menjadi sorotan sejak terjadinya skandal akuntansi yang menjadi perhatian publik.Penelitian-penelitian di Indonesia yang mengulas tentang karakteristik komite audit jumlahnya masih sangat terbatas. Selain itu, hasil dari kedua penelitian di Indonesia sebelumnya tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan di luar Indonesia. Hal ini mendorong dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh komite audit terhadap manajemen laba yang akan lebih menekankan pada karakteristik komite auditnya. Penelitian-penelitian terdahulu telah membukukan adanya pengaruh yang signifikan antara karakteristik komite audit terhadap manajemen laba
B.     Rumusan Masalah
Untuk menguji pengaruh independensi dan efektifitas komite audit terhadap manajemen laba adapun rumusan masalahnya yaitu
-          Apakah pengaruh independensi dan efektifitas  komite audit memiliki hubungan terhadap manajemen laba …?
C.     Metodelogi penelitian
Untuk menguji pengaruh independensi dan efektifitas komite audit terhadap manajemen laba adapun metode penelitiannya yaitu
·         H1 : Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap Discretionary Accruals (DACC).
·         H2 : Keahlian komite audit di bidang keuangan berpengaruh negatif dengan Discretionary Accruals (DACC).
·         H3 : Frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh negatif terhadap Discretionary Accruals (DACC).
·         H4 : Komitmen waktu komite audit berpengaruh negatif terhadap Discretionary Accruals (DACC).

D.    Konstruksi Argumen
Komite Audit adalah Komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja Direksi dan Tim Manajemen sesuai dengan prinsip-prinsip GCG sedangkan manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajer.
Koefisien determinasi (R2) dari hasil pengujian menunjukkan nilai sebesar 0,146. Artinya variasi yang terjadi pada variable independent hanya dapat menjelaskan 14,6% variasi yang terjadi pada variable dependennya. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Hasil pengujian statistic (uji t) terlihat dalam persamaan berikut:
DACCi,t = 0,311 - 0,360 ACIND + 0,101 ACEXP+ 0,001 ACMEET 0,002 ACCOMIT +0,032 B1G4 + 0,042 FINANCQ+ e
·         Pengaruh Independensi Komite Audit terhadap Manajemen Laba
Dalam penelitian ini, pengaruh independensi komite audit terhadap manajemen laba dihipotesiskan bahwa independensi komite audit berhubungan negatif terhadap Discretionary Accruals (DACC). Seperti yang tampak pada tabel 4.16, uji t menunjukkan nilai koefisien= -0,360dan nilai p = 0,023 (p<0,05). Artinya, independensi komite audit secara signifikan berpengaruh negatif terhadap Discretionary Accruals (DACC). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa HI tidak dapat ditolak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Klein (2002) dan Xie et al. (2003). Kedua penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan
·         Pengaruh Keahlian Komite Audit terhadap Manajemen Laba
hasil uji t antara keahlian komite audit dengan manajemen laba menunjukkan bahwa nilai koefisien = 0,101dan nilai p=0,126 (p>0,05) artinya keahlian komite audit memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Discretionary Accruals (DACC). Basil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Xie et al. (2003) dan Choi et al.
·         Pengaruh Frekuensi Pertemuan Komife Audit terhadap Manajemen Laba
Hasil uji statistik t antara frekuensi pertemuan komite audit dengan manajemen laba menunjukkan bahwa nilai p= 0,001 dan nilai p=0,880 (p>0,05) artinya frekuensi pertemuan komite audit memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba
·         Pengaruh Komitmen Waktu Komite Audit terhadap Manajemen Laba
Hasil uji t antara komitmen waktu komite audit dengan manajemen laba menunjukkan bahwa nilai p= -0,002 dan p=0,979 (p>0,05) artinya komitmen waktu komite audit memiliki pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba.
·         Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Manajemen Laba
Hasil uji t antara reputasi auditor dengan manajemen laba menunjukkan bahwa nilai = 0,032 dan nilai p=0,330 (p>0,05) artinya reputasi auditor memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba.

E.      Kesimpulan dan Saran


1.      Independensi komite audit terbukti secara signifikan berpengaruh negatif terhadap tingkat manajemen laba. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Klein.
2.       Keahlian di bidang akuntansi dan keuangan seperti yang disyaratkan oleh regulator berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap dengan tingkat manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan komite audit yang berkompetensi di bidang akuntansi dan keuangan hanya dilakukan hanya bersifat mandatory terhadap peraturan yang berlaku. Selain itu, kurang jelasnya definisi financial literacy yang harus dimiliki oleh anggota komite audit menyebabkan tiap perusahaan sampel kemungkinan memiliki definisi yang berbeda dalam menentukan jumlah anggota komite audit yang memiliki
3.      Frekuensi pertemuan komite audit temyata tidak efektif mengurangi tingkat manajemen laba. Hal ini disebabkan oleh pembentukan komite audit dalam perusahaan hanya bersifat mandatory terhadap peraturan yang ada. Selain itu, komite audit belum melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal sehingga fungsi dan perannya tidak efektif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pembentukan komite audit pada perusahaan manufaktur belum mencapai kesuksesan dalam menjalankan peran pengawasannya. Komitmen waktu yang dimiliki oleh komite audit berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen waktu komite audit bukanlah elemen yang penting untuk dimiliki oleh komite audit.
4.      Menurut hasil penelitian, reputasi auditor temyata berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan oleh alasan yang menyangkut subjektivitas auditor. Kemungkinan terjadinya manajemen laba semakin besar jika auditor secara individual memiliki integritas rendah sekalipun auditor tersebut berasal dari KAP Big-4.
5.       Kebutuhan pembiayaan ekstemal secara signifikan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini searah dengan penelitian Becker et al.(1998). Namun, nilai signifikansi yang diperoleh menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan ekstemal bukanlah merupakan faktor penting



Sabtu, 08 November 2014

Kode Etik Akuntan Publik

Kode Etik Profesi Akuntan Publik

Rumusan kode etik sebelum 1 Jnuari 2011 sebagian besar merupakan rumusan kode etik yang dihasilkan dalam kongres ke-6 Ikatan Akuntansi Indinesia dan ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh dari Seminar Sehari Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia tanggal 15 Juni 1994 di Hotel Divhi Jakarta serta hasil pembahasan Sidang Komite Kode Etik Akuntan Indosia tahun 1991 di Bandung.

 Aturan etika ini harus di terapkan oleh anggota Ikatan Akuntansi Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staff profesional (baik anggota maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).

Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAI-KAP melanggar aturan etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut.

Kode etik dibuat dengan tujuan untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik. Kebutuhan akan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa yang akan diberikan, masyarakat tidak dapat diharapkan mampu menilai kualitas jasa yang diberikan oleh profesi, dan meningkatnya kompetisi diantara anggota profesi

Aturan Etika Profesi Akuntansi dan 8 Prinsip Etika Profesi Akuntansi (IAI)

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia :
1. Prinsip Etika,
2. Aturan Etika, dan
3. Interpretasi Aturan Etika.

Pemberlakuan dan Komposisi Aturan Etika Profesi Akuntansi

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi 'Kredibilitas'.

Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi :

• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan. 

Etika Dalam Dunia Bisnis

1. Pengendalian diri 

Pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi 

Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

3. Menciptakan persaingan yang sehat 

Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

4. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)

Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

5. Mampu menyatakan yang benar itu benar 
  
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

6. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati 

Jika etika ini telah dmiliki oleh semua pihak, tentunya akan ada ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.

7. Menaati semua aturan dan sanksi

Jika semua tingkah laku yang salah dalam berbisnis dibiarkan begitu saja, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya.ya begitulah buruknya kebiasaan waga kita. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis.
Kedua, menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga.
etiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis.

8. Saling menghargai pendapat antar pelaku bisnis

Jika seluruh pebisnis menghargai pendapat antara pebisnis yang satu dengan yang lain mka tidak akan ada pelaku bisnis yang spontan untuk bersikap diluar etika dalam berbisnis, karna pada dasarnya semua manusia pasti akan merasa kesal dan terkadang ada tipe orang yang jika sudah kesal tanpa sadar melanggar etida dalam berbisnis yang baik, misalnya sampai berlaku curang atau menjatuhkan pesaingnya.

Sumber :
1. http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2012/10/14/etika-bisnis-dan-penerapan-dalam-kehidupan-sehari-hari/
2. http://pii.or.id/etika-bisnis/

Senin, 03 November 2014

8 Perinsip Etika Dalam Bisnis Menurut IAI




Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi

Ø  Prinsip Pertama Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Ø  Prinsip Kedua Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
a.       Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
b.      Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
c.       Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi
d.      Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
a.       auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
b.      eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;
c.       auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
d.      ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan
e.       konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.

Ø  Prinsip Ketiga Integritas
Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Ø  Prinsip Keempat Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.

Ø  Prinsip Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

Ø  Prinsip Kenam Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.

Ø  Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi:
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Ø  Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relev