PERTUMBUHAN
EKONOMI INDONESIA di era reformasi
PERTUMBUHAN EKONOMI
INDONESIA DARI ERA ORDE LAMA SAMPAI ERA REFORMASI
I.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Era reformasi di Indonesia merupakan era perubahan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan yang
ada tidak menjalankan fungsinya dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Terutama dalam bidang hukum dan ekonomi yang merupakan dua sub
sistem dari suatu sistem sosial yang saling berhubungan satu sama lain.
Hubungan kedua subsistem sosial tersebut tampak dari segi hukum dengan
masyarakat. Dalam hal pendekatan hukum tidak hanya dipandang sebagai perangkat
norma-norma yang bersifat otonom, tetapi juga sebagai institusi sosial yang
secara nyata berkaitan erat dengan berbagai segi kehidupan sosial di masyarakat.
Hukum merupakan alat pengendalian social. Dalam kontek ini hukum menampakkan
dirinya sebagai fenomena sosial bersifat independent variable dan dependent
variable. Hukum dalam wujudnya sebagai independent variable, berarti hukum
merupakan alat pengendalian social untuk menciptakan stabilitas masyarakat, dan
sekaligus untuk mengadakan pembaharuan ekonomi kearah yang dikehendaki.
Sedangkan sebagai dependent variable, hukum terbentuk berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, seperti faktor ekonomi yang kemudian
memberikan pola–pola tersendiri terhadap sistem hukum. Dengan demikian terlihat
jelas adanya hubungan timbal balik antara hukum dan ekonomi.
II. ISI
Teori Pertumbuhan
Ekonomi Sebelum membahas tentang pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu kita akan
bahas beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan beberapa ahli. Pada
abad-19 banyak ahli ekonomi yang menganalisis dan membahas, serta mengemukakan
teori-teori tentang tingkat-tingkat pertumbuhan ekonomi. Antara lain Retrich
List, Brunohilder Brand, Karl Bucher dan Walt Whitman Rostow. Retrich List
adalah penganut paham laisser-vaire dan berpendapat bahwa sistim ini dapat
menjamin alokasi sumber-sumber secara optimal tetapi proteksi terhadap
industri-industri tetap diperlukan. Brunohilder Brand adalah pengkritik Retrich
List, mereka mengatakan bahwa perkembangan masyarakat atau ekonomi bukan karena
sifat-sifat produksi atau konsumsinya, tetapi lebih ditekankan pada metode
distribusi yang digunakan.
Brunohilder
Brand mengemukakan 3 (tiga) sistim distribusi yaitu :
1.
Natural atau perekonomian barter
2.
Perekonomian uang
3.
Perekonomian kredit Sedangkan Karl Bucher mempunyai pendapat yang serupa
walaupun tidak sama.
Karl
Bucher mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah melalui 3 (tiga) tingkatan
yaitu :
1.
Produksi untuk kebutuhan sendiri
2.
Perekonomian kota, dimana pertukaran sudah meluas
3.
Perekonomian nasional, dimana peranan pedagang-pedagan tampak makin penting
jadi barang-barang itu diproduksi untuk pasar.
Ini
merupakan gambaran revolusi di Jerman. Walt Whitman Rostow dalam bukunya : De
Stages of Economic Growth mengemukakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dapat
dibedakan dalam 5 tahap dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam
salah satu tahap dari 5 tahap pertumbuhan ekonomi tersebut.
Tahap-tahap
pertumbuhan ekonomi Rostow adalah :
1.
Tahap masyarakat tradisional
2.
Tahap prasyarat lepas landas
3.
Tahap lepas landas
4.
Gerakan kea rah kedewasaan
5.
Masa konsumsi tinggi
B.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, masa orde
lama, masa orde baru sampai masa sekarang (masa reformasi) Indonesia telah
memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan dari orde lama dan
orde baru telah memberikan iklim politik yang dinamis walaupun akhirnya
mengarah ke otoriter namun pada kehidupan ekonomi mengalami perubahan yang
lebih baik.
1.
Masa Orde Lama (1945-1966) Pada masa ini perekonomian berkembang kurang
menggembirakan, sebagai dampak ketidakstabilan politik dan seringnya pergantian
cabinet.
2.
Masa Orde Baru (1966-1997) Pada masa pemerintahan orde baru dicanangkan
pembangunan dibidang perekonomian. Pengertian perencanaan bermakna sangat
kompleks apa lagi disertai dengan istilah pembangunan. Sampai sekarang belum
ada defenisi perencanaan yang memuasakan semua semua pihak, karena
masing-masing ahli tentang perencanaan mendefenisikan menurut pengertiannya
masing-masing.
Y.
Dior dalam bukunya “The Planing Process” mengatakan bahwa perecanaan adalah
suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang
akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.
Dengan
defenisi tersebut bahwa perencanaan mempunyai unsur - unsur sebagai berikut :
1.
Berhubungan dengan hari depan
2.
Menyusun seperangkat kegiatan secara sistematis
3.
Dirancang untuk mencapai tujuan tertentu
A. Perencanaan
Pembangunan di Indonesia Sejarah perencanaan pembangunan di Indonesia sejak
tahun 1945 hingga kini mengalami berbagai perkembangan sejalan dengan tingkat
stabilitas politik dan keamanan. Artinya faktor-faktor sosial politik ekonomi,
perhitungan akurat yang tidak ambisius, pengawasan yang kontinyu, pelaksanaan
koordinasi dan singkronisasi yang baik, serta pembiayaan yang memada, merupakan
hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan suatu negara. Salah satu
kendala pada awal kemerdekaan adalah keterbatasan datal, sehingga pemerintah
belum menyusun perencanaan yang baik. Namun pemerntah Indonesia terus berupaya
memperbaiki perekonomian yang berantakan akibat peperangan, pemberontakan dan
reformasi perpolitikan di Indonesia. Usaha-usaha tersebut mulai tercermin mulai
dari pembentukan Panitia Pemikiran Siasat Ekonomi sampai disusunnya Program
Pembangunan Nasional (Propenas).
B.
Plan Mengatur Ekonomi Indonesia Program yang direncanakan dalam Plan Mengatur
Ekonomi Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat merata
melalui :
1.
Mengintensifkan usaha produksi
2.
Memajukan perdagangan internasional
3.
Meningkatkan standar hidup masyarakat
4.
Meningkatkan kecerdasan bangsa Program-program yang telah direncanakan tersebut
akan dicapai melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1.
Meningkatkan impor barang-barang sandang, alat-alat transportasi dan
perhubungan, barang-barang modal, barang-barang keperluan lainnya
2.
Meningkatkan ekspor yang diprioritaskan pada hasil perkebunan, kehutanan,
minyak dan logam
3.
Memperbaiki organisasi ke dalam melalui :
1)
Penetapan upah minimum
2)
Perbaikan perumahan rakyat
3)
Transmigrasi
4)
Peningkatan pembangunan jalan kereta api baru, bendungan, tenaga listrik dan
pelabuhan
5)
Industrilisasi
6)
Tambang dan minyak tanah
7)
Industri pertanian
8)
Pertanian dan perikanan
9)
Penanaman hutan
10)
Pelayaran dan perhubungan antar pulau
C.
Rencana Kasimo Masalah yang sangat mendesak dan perlu ditanggulangi adalah
penyediaan pangan. Karena itu rencana kasimo ditujukan untuk memecahkan
bagaiaman Indonesia dapat mencapai swasembada pangan.
D.
Rencana Urgensi Perkembangan Industri “Rencana Urgensi perkembangan industri
dan industri kecil” dicanangkan oleh Sumitno Djojohadikusumo antara tahun 1951
sampai dengan tahun 1952. rencana ini didasarkan atas pemikiran bahwa
industrialisasi dipandang sebagai bagian integral dari kebijakan umum untuk
menambah kekuatan ekonomi nasional yang sehat. Konsep dasar rencana ini meliputi
kegiatan sebagai berikut :
1.
Memperbaiki dan memperkuat balai-balai penelitian dan pendidikan untuk
mempercepat perkembangan industri
2.
Menambah pinjaman kepada perusahaan kerajinan rumah tangga dan industri kecil
untuk memperkuat kedudukan ekonomi mereka dan memungkinkan meningkatkan
mekanisme perusahaan
3.
Mendirikan induk-induk perusahaan dengan bantuan langsung dari pemerintah pada
pusat-pusat industri di daerah agrarian. Tujuannya untuk membimbing
perusahaan-perusahaan kecil, perseorangan baik dalam proses produksi maupun
pembelian bahan mentah dan penjualan barang jadi
4.
Mendirikan perusahaan-perusahaan industri besar pada sector-sektor yang
dipandang penting dengan biaya pemerintah dan swasta.
Menghadapi
perekonomian yang sedemikian rupa, pemerintah peralihan menetapkan beberapa
langkah perioritas kebijakan ekonomi sebagai berikut :
1)
Memerangi inflasi
2)
Mencukupkan stok cadangan bahan pangan terutama beras
3)
Merehabilitasi prasarana perekonomian
4)
Meningkatkan ekspor
5)
Menyediakan/menciptakan lapangan kerja
6)
Mengundang kembali investor asing
3.
Masa Reformasi (1998-sekarang) Pada masa reformasi ini perekonomian indoensia
ditandai dengan krisis monoter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang
sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda kea rah pemulihan. Walaupun ada
pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998
dimana inflasi sudah duperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu
sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sector mengalami pertumbuhan
negatif, hal ini berebeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonom Indonesia,
secara umum adalah :
1.
Faktor produksi
2.
Faktor investasi
3.
Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4.
Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5.
Faktor keuangan negara Chenery mengatakan bahwa perubahan struktur ekonomi
disebut sebagai transformasi struktur yang diartikan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang saling terkait satu sama lain dalam komposisi agregat demand
(AD), ekspor-impor (X-M). Agregat supplay (AS) yang merupakan produksi dan
penggunaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal guna mendukung
proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berlanjut (Tambunan, 2003).
Ada
dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi, yakni dari Arthur Lewis tentang teori migrasi dan hoilis chenery
tentang teori transportasi struktural. Teori Lewis pada dasarnya membahas
proses pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan dan daerah
perkotaan. Dalamnya Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada
dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang
didominasi sector pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan
industri sebagai sector utama. Karana perekonomiannya masih bersifat
tradisional dan sub sistem, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka terjadi
kelebihan supplay tenaga kerja.
Struktur Perekonomian
Indonesia Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat
berstruktur agraris (agricultural), industri (industrial), niaga (commercial)
hal ini tergantung pada sector apa/mana yang dapat menjadi tulang punggung
perekonomian negara yang bersangkuatan. Pergeseran struktur ekonomi secara
makro-sektoral senada dengan pergeserannya secara keuangan (spasial). Ditinjau
dari sudut pandang keuangan (spasial), struktur perekonomian telah bergeser
dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan modern. Struktur perekonomian
indoensia sejak awal orde baru hingga pertengahan dasa warsa 1980-an
berstruktur etatis dimana pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai
perpanjangan tangannya merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia. Baru mulai
pertengahan dasa warsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian
berangsur-angsur dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui
GBHN 1988/1989 mengundang kalangan swasta untuk berperan lebih besar dalam
perekonomian nasional. Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan
birokrasi pengambilan keputusan. Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan
keputusannya dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian selama era pembangunan
jangka panjang tahap pertama adalah sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang
sentralistik, pembuatan keputusan (decision-making) lebih banyak ditetapkan
pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintah .
Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia turun (-13,16%) pada 1998, bertumbuh sedikit (0,62%) pada
tahun 1999 dan setelah itu makin membaik. Laju pertumbuhan tahunan 1999 – 2005
berturut-turut sbb.: 0,62%, 4,6%, 3,83%, 4,38%, 4,88%, 5,13% dan 5,69%. Ekonomi
kita bertumbuh dari hanya 0,62% berangsur membaik pada kisaran 4% antara tahun
2000 s.d. 2003 dan mulai tahun 2004 sudah masuk pada kisaran 5%. Pemerintah
pada mulanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 2006 adalah 6,2% tetapi kemudian
dalam APBN-P 2006 merubah targetnya menjadi 5,8%; namun BI memperkirakan laju
pertumbuhan 2006 adalah 5,5% lebih rendah dari laju pertumbuhan 2005. Patut
diduga bahwa laju pertumbuhan tahun 2007 akan lebih rendah lagi karena
investasi riil tahun 2006 lebih rendah dari tahun 2005. Laju pertumbuhan
ekonomi kita dari tahun 1999 s.d. 2005 mencapai rata-rata 4,15%. Dari data di
atas kelihatannya ekonomi kita memiliki prospek membaik yaitu terus
meningkatnya laju pertumbuhan di masa depan. Namun apabila diteliti lebih
mendalam akan terlihat adanya permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut.
Sektor ekonomi dapat dikelompokkan atas dua kategori yaitu sektor riil dan
sektor non-riil. Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian,
pertambangan, dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan
wisatawan internasional. Sektor non-riil adalah sektor lainnya seperti:
listrik, bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa
(pemerintahan, sosial, perorangan). Kegiatan yang melayani wisatawan internasional
masuk pada beberapa sektor non-riil sehingga tidak dapat dipisahkan. Antara
tahun 1999 s.d. 2005 sektor riil bertumbuh 3,33% sedangkan sektor non-riil
bertumbuh 5,1%. Pertumbuhan ini adalah pincang karena semestinya sektor
non-riil bertumbuh untuk melayani sektor riil yang bertumbuh. Antara tahun 1999
s.d. 2005 sektor pertanian bertumbuh 3,11%, pertambangan -0,8%, dan sektor
industri bertumbuh 5,12%. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah dari tahun 2002
s.d. 2005 laju pertumbuhan sektor riil cenderung melambat. Hal ini berarti
pertumbuhan ekonomi keseluruhan sejak 2002 adalah karena pertumbuhan sektor
non-riil yang melaju 2 kali lipat dari sektor riil. Pada 2 tahun terakhir
sektor yang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan, keuangan, bangunan, dan
perdagangan. Pada saat yang sama tingkat pengangguran terbuka pada mulanya
turun tetapi sejak tahun 2002 cenderung naik. Menurut perhitungan Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi tingkat pengangguran pada tahun 2004 sebesar 10,3
juta meningkat menjadi 11,2 juta pada tahun 2005 dan diperkirakan sebesar 12,2
juta pada tahun 2006 (Harian Kompas, tgl. 7 Agustus 2006, hal. 15). Hal ini
sangat ironis karena pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu yang sama berada di
atas 5%. Persentase orang miskin pada mulanya juga terus menurun, tetapi sejak
tahun 2005 sudah mulai bertambah. Hal ini disebabkan oleh sektor yang bertumbuh
itu adalah sektor non-riil. Ini adalah kondisi serius dan perlu dikaji lebih
mendalam.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan adanya krisis
moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum
menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi
sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998 dimana inflasi sudah
diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 100%. Pada
tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, hal ini berbeda
dengan kondisi ekonomi tahun 1999.
Namun
sejak masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, perekonomian Indonesia mulai
membaik. Perekonomian Indonesia boleh dibilang tengah berada pada masa
keemasannya. Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin membuktikan
ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara superpower seperti
Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru mampu mencetak
pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009.
Pembangunan
di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk perbaikan di segala bidang sehingga
belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik-menarik mana
yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia
untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus
dalam kebobrokan moral manusia-manusia sebelumnya.
B. Kritik dan Saran
Keberhasilan
pembangunan ekonomi dan politik yang dibanggakan selama ini hanyalah merupakan
keberhasilan semu yang tidak memiliki fondasi yang kuat untuk
keberkelanjutannya. Kebanggaan atas perkembangan ekonomi Indonesia yang selama
dekade yang lalu mencapai rata-rata 7% per tahun, ternyata tidak mampu bertahan
oleh serangan badai krisis. Krisis moneter yang terjadi telah menolak hipotesis
bahwa sistem moneter Indonesia adalah kuat dan berdiri di atas parameter
ekonomi makro yang sehat. Krisis ekonomi telah menolak hipotesis bahwa
fundamental ekonomi Indonesia kuat dan memikul beban pertumbuhan yang tinggi
disertai dengan pemerataan yang seimbang. Pada kenyataannya, diperkirakan 80%
kegiatan ekonomi Indonesia hanya dinikmati oleh 17-20% penduduk Indonesia,
suatu kenyataan yang sangat rawan bagi kestabilan nasional yang telah dibangun
oleh rejim orde baru.
Mungkin
dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam
mewujudkan Indonesia bebas dari kemiskinan. Harga diri bangsa Indonesia adalah
mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu
kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi
kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.researchgate.net/publication/42319984_Analisis_Pertumbuhan_Ekonomi_Indonesia_Era_Reformasi_(1998)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar